ALIANSI MUSISI PENCIPTA LAGU INDONESIA (AMPLI)
002/JUL-22/AMPLI
SURAT TERBUKA KEPADA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM (PERMENKUMHAM) NO.9 TAHUN 2022 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 56 TAHUN 2021 TENTANG PENGELOLAAN ROYALTI HAK CIPTA LAGU DAN/ATAU MUSIK
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 9 Tahun 2022 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No.56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik, Kami, Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI), ingin memberikan pandangan yang berkaitan dengan Permenkumham No. 9 Tahun 2022 tersebut.
Untuk memberikan konteks terhadap pandangan yang akan kami sampaikan, dalam surat yang bernomor 001/Jan-22/AMPLI yang telah kami kirimkan kepada tim perumus perubahan Permenkumham No.20 Tahun 2021, kami menyambut baik respons cepat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk merevisi Permenkumham No. 20 Tahun 2021 yang menimbulkan polemik di masyarakat.
Namun ternyata respons cepat itu tidak diikuti dengan pembahasan yang hati-hati dan mendalam, sehingga menurut pandangan kami, Permenkumham No. 9 Tahun 2022 masih belum mampu menjawab berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh Permenkumham No. 20 Tahun 2021 beserta implementasinya.
Namun begitu, hal yang menggembirakan dari Permenkumham No.9 Tahun 2022 adalah kembalinya potongan dana operasional yang pada Permenkumham No. 20 Tahun 2021 berubah menjadi 40% (empat puluh persen), kembali diubah menjadi sebesar 20% (dua puluh persen) pada pasal 22 dan tidak bertentangan dengan Undang Undang Hak CIpta (UUHC) No.28 Tahun 2014.
Selain itu, perubahan komposisi komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang baru, yang terdiri dari perwakilan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), Pencipta, Pemilik Hak Terkait dan Pemerintah, sedikit banyak menyelesaikan permasalahan representasi LMKN pada periode sebelumnya, yang mana keputusan-keputusan yang diambil oleh LMKN terdahulu tidak sejalan dengan aspirasi LMK sebagai pemegang kuasa dari para pencipta dan pemilik hak terkait.
Akan tetapi, perubahan komposisi komisioner LMKN pada periode sekarang tidak disertai dengan adanya panitia seleksi untuk memilih calon komisioner LMKN. Akibatnya, perwakilan dari LMK yang lembaganya tidak mematuhi ketentuan UUHC No.28 Tahun 2014 pasal 90 tentang audit keuangan dan audit kinerja yang dilakukan oleh akuntan publik, tetap bisa terpilih menjadi komisioner LMKN. Semestinya, LMK yang melanggar UUHC tersebut masuk ke dalam pengawasan, sehingga perwakilannya tidak bisa duduk menjadi komisioner LMKN, kecuali lembaganya bisa memenuhi ketentuan UUHC No.28 Tahun 2014 tersebut.
Agar LMKN bisa lebih independen, kami juga berpendapat bahwa sebaiknya unsur pemerintah dalam LMKN sebaiknya ditiadakan, karena menurut Permenkumham No.9 Tahun 2022, pemerintah akan membentuk Dewan Pengawas guna mengawasi kinerja LMKN. Tak seharusnya wasit ikut berperan menjadi pemain bukan?
Selanjutnya, merujuk pada pasal 46 Permenkumham No.9 Tahun 22 yang menyatakan bahwa pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Permenkumham No. 20 Tahun 2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, timbul berbagai pertanyaan yang disebabkan oleh telah dijalankannya Permenkumham No.20 Tahun 2021 selama kurang lebih satu tahun (8 April 2021 – 22 April 2022), antara lain:
- Dengan terbitnya Permenkumham No.20 Tahun 2021, LMKN telah melakukan penunjukan terhadap pelaksana Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara LMKN dengan PT Lentera Abadi Solutama (PT LAS). Apakah PKS terhadap kepada pihak ketiga tersebut (PT LAS) secara otomatis batal dengan berlakunya Permenkumham No.9 Tahun 2022?
- Lalu, di dalam pasal 9 Permenkumham No.9 Tahun 2022 bahwa dalam hal melaksanakan tugas dan fungsinya, komisioner LMKN dibantu oleh Pelaksana Harian/General Manager. Apakah fungsi pelaksana harian PT LAS yang diputuskan berdasarkan Permenkumham No.20 Tahun 2021 juga otomatis dibatalkan?
- Jika dibatalkan, bagaimana dengan pertanggungjawaban dana operasional-yang bisa mencapai 40% dari total royalti yang dihimpun-yang sudah dihimpun oleh PT LAS?
Secara tegas kami menginginkan PKS antara LMKN dan PT LAS yang merujuk pada Permenkumham No.20 Tahun 2021 juga dibatalkan, dikarenakan proses penunjukannya tidak transparan dan terkontaminasi konflik kepentingan.
Selain itu, walaupun hanya sekitar satu tahun, penghimpunan royalti yang dilakukan oleh PT LAS juga menimbulkan berbagai permasalahan di lapangan, terbukti dengan ditolaknya royalti yang dihimpun oleh PT LAS, oleh salah satu LMK. Penolakan dana yang dihimpun oleh PT LAS ini, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan dan kebingungan antar sesama LMK dan juga antara para pencipta lagu dan pemegang hak terkait kepada LMK.
Akhir kata, dengan memahami bahwa mengubah pemahaman masyarakat tentang hak cipta melalui perubahan kebijakan adalah hal yang tidak mudah, seharusnya momentum perubahan Permenkumham ini dimanfaatkan oleh pemerintah dengan membuat kebijakan yang tegas, menyeluruh dan menjawab berbagai permasalahan tentang royalti lagu dan/atau musik yang sudah mengemuka.
Alih-alih mencari solusi terbaik pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik, terbitnya Permenkumham No.9 Tahun 2022 yang tambal sulam dan terburu-buru ini, hanya akan terkesan untuk memadamkan keriuhan publik saja,
Demikian pandangan-pandangan ini kami sampaikan demi pengelolaan royalti lagu dan/atau musik yang semakin baik. Semoga bisa dipertimbangkan oleh Kemenkumham dan DJKI.
Wassalam.
Jakarta, 11 Juli 2022
Mewakili Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia :
1. Indra Lesmana
2. Cholil Mahmud
3. Endah Widiastuti
4. Eross Candra
5. Tompi
6. Yovie Widianto
7. Anto Hoed
8. Eki Puradiredja
9. Once Mekel
10. Mondo Gascaro
11. Panji Prasetyo