FAQ

TENTANG AMPLI

1. Apa itu AMPLI?

AMPLI merupakan singkatan dari Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia.

2. Kapan AMPLI dibentuk?

AMPLI dibentuk bulan September 2021 diinisiasi oleh Indra Lesmana yang melibatkan banyak musisi dan pencipta lagu di Indonesia..

3. Apa tujuan AMPLI?

Tujuan AMPLI adalah untuk melindungi hak-hak pencipta musik dan lagu. Jika dibutuhkan, AMPLI akan melobi di tingkat nasional terkait masalah yang memengaruhi hak-hak seniman musik. AMPLI dapat menjadi perantara antara musisi dan pencipta lagu dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau Lembaga lainnya yang terkait agar tercipta keseimbangan di industri musik Indonesia. AMPLI berbicara eksklusif atas nama musisi dan pencipta lagu karena dibuat oleh seniman musik untuk seniman musik dan berbicara untuk seniman musik.

4. Keanggotaan AMPLI

Saat ini kami masih mengatur mekanisme keanggotaan. Untuk informasi keanggotaan akan diumumkan lebih lanjut.

Terkait PP56/2021

1. Apa inti pernyataan AMPLI?

  • Membatalkan PP56/2021 dan Permenkumham 20/2021 karena AMPLI menolak kebijakan pemerintah yang membuka pintu bagi pihak swasta untuk mengambil alih  peran negara dalam penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti.
  • Mendorong pemerintah agar membangun PDLM dan SILM bersama Dirjen KI
  • Mendorong transparansi dari LMKN untuk membangun kepercayaan publik selama membangun PDLM dan SILM.

2. Mengapa membatalkan PP56/ 2021? Bukankan di peraturan tersebut justru memberikan peraturan bahwa pengguna musik harus membayarkan royaltinya seperti yang pernah ramai di media sosial? Kalau dibatalkan jadi tidak perlu membayar lagi, dong?

Tidak ada hubungan antara pembatalan PP56/2021 dengan kewajiban membayar royalti. Karena aturan-aturan tersebut sebenarnya sudah dituangkan di dalam UU Hak Cipta 28/2014 pasal 89 :

  1. Untuk pengelolaan Royalti Hak Cipta bidang lagu dan/atau musik dibentuk 2 (dua) Lembaga Manajemen Kolektif nasional yang masing- masing merepresentasikan keterwakilan sebagai berikut: kepentingan Pencipta; dan kepentingan pemilik Hak Terkait.
  2. (2)  Kedua Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari Pengguna yang bersifat komersial.

3. Apakah pernyataan ini ada hubungannya dengan PT LAS?

Menurut isi dari PP56/2021 dan Permenkumham 20/2021 yang mana di dalamnya memberikan pihak swasta kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti. Tersebutlah PT LAS yang kemudian ditunjuk oleh LMKN melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS). Saat PKS antara LMKN dengan korporasi tersebut ditandatangani pada tanggal 19 Mei 2021, salah satu komisioner LMKN ternyata juga memiliki saham pada korporasi yang ditunjuk sebagai pembangun SILM dan “pelaksana harian”, sehingga jelas sekali terjadi konflik kepentingan. Dengan demikian, penyataan ini ada keterkaitan terhadap PT LAS.

4. Apakah pernyataan ini berkaitan juga dengan surat kaleng yang beredar?

AMPLI berdiri tidak lama setelah surat kaleng tersebut beredar. Kami merasakan kegelisahan mengenai isu yang beredar, terutama juga ulasan dan investigasi yang dimuat di Majalah Tempo tanggal 30 Oktober 2021. Pernyataan ini lebih mengritisi terhadap keberadaan PP56/2021 dan Permenhkumham 20/21 yang membuka celah terhadap kesempatan pihak swasta atas diberikannya wewenang yang berlebihan yaitu mengambil alih peran negara dalam menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti.

5. Bukankah PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 ini tujuannya membantu musisi dan pencipta lagu agar terwujud pendataan dan pendistribusian yang baik, ya? Jadi harusnya tidak apa-apa jika dibantu dengan pihak swasta dalam mengembangkan PDLM dan SILM. Kan niatnya baik yaitu untuk membantu musisi?

Ketentuan dalam PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 telah menyerahkan kewenangan yang sangat besar kepada korporasi (apalagi penunjukan dilakukan secara tertutup, tidak transparan & terindikasi mengandung konflik kepentingan), tanpa melalui uji publik dan konsultasi dengan para pencipta dan para pemangku kepentingan yang lain. Sedangkan royalti yang digunakan merupakan hak-hak para musisi dan pencipta lagu. Ampli menilai bahwa segala sesuatu yang melibatkan atau menggunakan dana dari musisi dan pencipta lagu haruslah transparan dan terbuka agar kita semua tahu bagaimana tujuan serta bentuk pengembangan yang dilakukan. Jika semua diawali melalui proses yang tertutup dan tidak transparan, hal ini menimbulkan trust issue di tengah para musisi dan pencipta lagu. Kita tidak bisa membeli kucing dalam karung.

6. Jika kemudian PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 dibatalkan, apa solusi dan langkah yang akan dilakukan AMPLI kemudian hari mengingat penarikan dan pendistribusian royalti di Indonesia masih kacau balau sedangkan teknologi informasi semakin berkembang membutuhkan perlindungan serta pendataan yang baik?

AMPLI akan terus mendorong, mengawal, dan mengawasi pemerintah dalam membentuk PDLM dan SILM. Tentu saja membangun PDLM dan SILM bukan perkara mudah dan instan. Namun jika hal tersebut diawali dengan tata cara yang benar, keterbukaan, serta transparansi, maka semua bisa berjalan dengan baik dengan mendapatkan banyak dukungan dari semua stake holder. Ini merupakan aset penting jangka panjang baik untuk pemerintah maupun musisi dan pencipta lagu. AMPLI bersama seluruh pelaku industri musik akan terus melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah serta perkembangan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan industri musik dan pengelolaan hak cipta demi tumbuhnya tata kelola industri musik yang sehat dan berkelanjutan.

7. LMKN kan bukan badan pemerintah non APBN, jadi boleh dong menunjuk pihak ketiga tanpa tunduk pada keppres pengadaan barang & jasa?

Tidak boleh karena hal ini tidak seusai dengan semangat good governance. Memang betul LMKN adalah lembaga bantu negara non APBN, namun untuk pengadaan SILM ini menggunakan royalti pencipta lagu (dana publik) sehingga perlu transparansi dan akuntabel.

8. Jadi seharusnya SILM dikelola oleh siapa?

SILM lebih baik dikelola oleh pemerintah (LMKN dibawah Dirjen KI) seperti layaknya PDLM.

9. Apakah ini berarti AMPLI anti dengan pihak swasta?

AMPLI tidak anti dengan pihak swasta selama proses penunjukannya transparan, akuntabel, terbatas hanya untuk pengadaan barang dan jasa, serta tidak mengambil alih peran negara dalam menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti.

10. Apakah selama ini para musisi dan pencipta lagu mengetahui proses penunjukan atau isi PKS dari LMKN dan pihak swasta, dalam hal ini adalah PT LAS?

Ini merupakan kewajiban LMKN, yang mengambil keputusan dalam menunjuk PT LAS, dalam memberikan laporan atau pemberitahuan kepada musisi dan pencipta lagu secara transparan, akuntabel, penjelasan soal lingkup pekerjaan, isi Perjanjian Kerja Sama. Selama ini tidak ada informasi secara terbuka yang diterima oleh musisi dan pencipta lagu mengenai langkah-langkah yang diambil oleh LMKN dalam penunjukan dan kerjasama terhadap PT LAS.

11. Sebenarnya secara material, apakah ada kerugian yang dirasakan oleh pencipta lagu mengenai adanya PP56/2021 dan Permenkumham 20/2021 ini?

Permenkumham 20/2021 (sebagai aturan pelaksanaan dari PP 56/2021) ternyata memberikan kewenangan yang berlebih kepada sang korporasi, bukan hanya sebagai vendor untuk membangun SILM, tapi juga mengambil alih seluruh kewenangan dan fungsi LMKN, dengan atribut sebagai “pelaksana harian”, dan diberikan hak untuk memotong 20% (dua puluh persen) dari royalti yang ditarik dan dihimpun untuk kepentingan “dana operasional”. Sehingga, potongan yang semula hanya 20% (dua puluh persen) untuk dana operasional LMK (termasuk LMKN) bertambah 20% (dua puluh persen) lagi. Padahal, dalam UU Hak Cipta, potongan maksimal seharusnya hanya 20% (dua puluh persen). Kebijakan ini jelas bertentangan dengan UU Hak Cipta dan sangat merugikan para pencipta lagu.

Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia